(Invesnesia) – Harga Bitcoin terus mengalami fluktuasi sehingga dicap tidak stabil, apakah masih aman? Salah satu mata uang kripto (cryptocurrency) terpopuler di dunia ini memang mengalami volatil harga alias naik turun. Tak jarang, harga Bitcoin yang volatil membuat sebagian besar investor pemula merasa khawatir. Yang terbaru misalnya, harga Bitcoin hari ini Jumat (5/3/21) merosot tajam 4,9%, turun sebanyak $2.444 ke $47.345 atau dalam rupiah senilai Rp678 juta per 1 keping (kurs Rp14.340).
Naik turunnya harga Bitcoin sebenarnya hal yang lumrah, apalagi dalam periode harian (daily) yang mana harga cenderung dipengaruhi oleh demand dan supply. Namun, dalam periode yang lebih panjang, misalnya tahunan (yearly), harga Bitcoin justru sudah melambung tinggi. Sepanjang 2020, harga Bitcoin berhasil naik tajam lebih dari 300%.
Awal tahun 2021 juga menjadi titik tertinggi berbagai aset kripto (cryptocurrency). Tercatat, sebagian besar mata uang elektronik tersebut mengalami kenaikan signifikan. Misalnya, Bitcoin secara year-to-date telah melonjak drastis hingga 80%. Kenaikan harga Bitcoin juga dipengaruhi oleh sentimen positif, salah satunya datang dari Elon Musk, pendiri Tesla (TSLA). Elon menyatakan bahwa telah berinvestasi di Bitcoin dengan jumlah yang tidak sedikit, yaitu Rp21 triliun. Bahkan, Tesla juga mengizinkan Bitcoin sebagai alat pembayaran untuk transaksi jual beli mobil listri Tesla.
Keberadaan Bitcoin khususnya sebagai alat pembayaran sejatinya masih bertentangan dengan kebijakan bank sentral dunia yang melarang Bitcoin dan crypto lainnya sebagai alat pembayaran sah di suatu negara. Hal ini disebabkan karena mata uang kripto bukanlah uang fiat yang merupakan alat pembayaran sah. Terlebih, Bitcoin sendiri diterbitkan oleh pihak swasta yang misterius, biasa disebut Satoshi Nakamoto, sehingga sulit dikontrol oleh pemerintah.
Bitcoin memang dianggap sebagai mata uang digital masa depan, sehingga banyak investor berspekulasi untuk investasi Bitcoin. Hal itulah yang membuat harga Bitcoin terus meroket dan dianggap akan terus melanjutkan tren positif. Namun di balik itu, harga Bitcoin cenderung tidak stabil. Meskipun menawarkan return investasi yang tinggi, investasi Bitcoin juga mengandung risiko yang besar.
Di Indonesia, Bitcoin juga mengalami pro dan kontra. Masyarakat dunia termasuk Indonesia sedang menaruh minat tinggi terhadap mata uang virtual tersebut. Namun di sisi lain, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo melarang Bitcoin alias tidak legal khususnya sebagai alat pembayaran untuk jual beli barang. Sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas pembayaran sistem elektronik, BI berancang-ancang untuk mengeluarkan mata uang digital sendiri, yaitu Central Bank Digital Currency (CBDC) yang digadang-gadang akan menyaingi Bitcoin.
BI beralasan bahwa CBDC merupakan representasi digital dari sebuah mata uang yang menjadi simbol kedaulatan negara atau bahasa kerennya sovereign currency. Melansir warta ekonomi, mata uang digital bank sentral atau CBDC akan menawarkan format yang lebih beragam. CBDC akan diatur sedemikian rupa untuk memberikan dampak mendalam untuk ekonomi dan pasar keuangan, seperti untuk alat pembayaran secara lokal dan pemenuhan kebutuhan secara global. Pada dasarnya, CBDC adalah mata uang jenis baru yang masih dalam percobaan di Indonesia. Namun, BI akan mencoba menyaingi China yang sudah terlebih dahulu menerbitkan CBDC yang dikenal sebagai Yuan Digital.