Rasio BOPO Bank: Rumus, Analisis dan Interpretasi

Beban operasional terhadap pendapatan operasional atau BOPO merupakan salah satu jenis rasio keuangan bank yang sering digunakan dalam penelitian selain LDR, NIM, NPM, dan OPM. Rasio BOPO adalah indikator keuangan berbasis profitabilitas yang melihat efisiensi suatu bank dalam menjalankan kegiatan operasional bisnis.

Artikel ini akan menyajikan secara lengkap tentang apa itu belanja operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Pembahasan termasuk pengertian BOPO, fungsi, cara menghitung, dan rumus BOPO, contoh soal, cara analisis dan interpretasi rasio BOPO.

Pengertian BOPO

Beban operasional terhadap pendapatan operasional atau rasio BOPO adalah rasio keuangan yang menunjukkan efisiensi perbankan dalam aktivitas operasional. Beban operasional atau disebut juga belanja operasional adalah biaya bunga yang diberikan perusahaan kepada nasabah, sedangkan pendapatan operasional adalah bunga yang diperoleh perusahaan dari nasabah. Semakin kecil nilai BOPO, semakin efisien perbankan dalam menjalankan kegiatan operasional.

Standar BOPO Menurut Bank Indonesia (BI)

Berapa nilai rasio BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional) yang baik dan sehat? Standar BOPO telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI). Menurut ketentuan Bank Indonesia (BI), standar BOPO perbankan adalah maksimal 90%. Jika rasio BOPO melebihi 90%, bank dianggap tidak efisien dalam menjalankan operasionalnya.

Rasio BOPO adalah ukuran profitabilitas yang juga disebut sebagai rasio efisiensi–menunjukkan kinerja bank dalam memanfaatkan semua faktor produksinya secara efisien dan tepat sasaran. Selain menunjukkan efisiensi, BOPO juga berkorelasi dengan risiko bisnis. Rasio BOPO yang besar menunjukkan ketidakmampuan perbankan dalam mengelola belanja (biaya) operasional. Jika beban operasional bank sama atau lebih besar daripada pendapatan, risiko perusahaan meningkat.

Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan aturan rasio BOPO pada Maret 2013 berdasarkan bank umum kelompok usaha (BUKU). Berikut rinciannya:

  • Rasio BOPO BUKU I yaitu maksimum 85 persen,

  • Rasio BOPO BUKU II yaitu 78 – 80 persen,

  • Rasio BOPO BUKU III yaitu 70 – 75 persen, dan

  • Rasio BOPO BUKU IV yaitu 60 – 65 persen.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan target untuk rasio BOPO perbankan yaitu di level 60 persen. Rencananya, OJK akan memberikan kontribusi berupa hadiah bagi bank yang mampu menekan rasio BOPO sampai ke level 60%. Hadiah ini berupa kebebasan bagi bank dalam membuka kantor cabang baru di lokasi seluruh Indonesia. Selain itu, Bank juga akan diberikan insentif oleh OJK berupa pelonggaran izin untuk menerbitkan atau mengeluarkan produk baru.

Fungsi BOPO

Pada dasarnya, fungsi rasio BOPO adalah untuk menggambarkan cara perusahaan mengelola belanja operasional untuk mencapai pendapatan maksimal. Rasio BOPO yang tinggi adalah sinyal negatif bagi perusahaan, sebaliknya rasio BOPO yang rendah menunjukkan hasil positif. BOPO dapat menjadi alat kontrol dan evaluasi bagi perbankan dalam menjalankan kegiatan operasional. Bank yang sehat akan memiliki rasio BOPO yang kecil.

Rumus BOPO

Secara umum, rasio BOPO dapat dihitung dengan membandingkan belanja (biaya) operasional dengan pendapatan operasional. Berikut cara menghitung BOPO:

Rumus BOPO = (Biaya Operasional ÷ Pendapatan Operasional) x 100%

Biaya operasional dapat dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga bank dan total beban operasional lainnya. Sedangkan pendapatan operasional dapat dihitung dari total pendapatan bunga bank dan total pendapatan operasional lainnya.

Contoh BOPO

Sebagai contoh soal atau kasus, kami mengambil sampel nilai rasio BOPO dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) tahun 2019. Anda tidak perlu menghitung rasio BOPO secara manual. Silakan download laporan tahunan (annual report) perusahaan di website idx untuk melihat nilai BOPO.

Di dalam annual report, coba perhatikan di bagian “Rasio Keuangan” kemudian cari subbagian “Rasio Efisiensi”. Anda akan melihat rasio BOPO dari Bank BNI. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2019, Biaya Operasi/Pendapatan Operasional (BOPO) dari Bank BNI adalah 73,2%.

Cara Interpretasi BOPO

Setelah nilai rasio BOPO BNI tahun 2019 diketahui sebesar 73,2%, cara interpretasinya yaitu dari total pendapatan operasional yang dihasilkan bank, sebanyak 73,2% adalah biaya operasional yang harus dikeluarkan, sisanya 26,8% adalah pendapatan operasional bersih yang dibukukan. Dengan nilai BOPO berada di bawah 90%, apakah rasio BOPO bank BUMN ini dapat dikatakan baik dan sehat? Berikut analisisnya.

Cara Analisis BOPO

Untuk menganalisis nilai BOPO, selain berpedoman dari ketentuan dari Bank Indonesia (BI) dengan angka maksimal 90%, Anda juga dapat pendekatan lainnya. Ada dua metode analisis yang umum digunakan, yaitu analisis tren dan analisis industri.

Pertama, analisis tren (trend analysis) digunakan untuk melihat performa rasio BOPO selama periode tertentu, misalnya 5 tahun terakhir. Analisis industri (industry comparison) digunakan untuk melihat perbandingan niai rasio BOPO bank dengan rasio rata-rata industri.

Sebagai contoh, metode analisis tren menjelaskan bahwa nilai rasio BOPO bank BNI yaitu:

  • BOPO tahun 2019 = 73,2%

  • BOPO tahun 2018 = 70,2%

  • BOPO tahun 2017 = 71,0%

  • BOPO tahun 2016 = 73,6%

  • BOPO tahun 2015 = 75,5%

Berdasarkan data BOPO dalam lima tahun, BNI mampu menjaga rasio BOPO stabil dengan rata-rata 72,7%. Dalam hal ini, rasio BOPO BNI dapat disebut cukup baik. Sayangnya, sebagai Bank yang masuk ke dalam kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) IV, nilai BOPO bank yang ideal yaitu 60 – 65%. Jadi, BNI sebaiknya meningkatkan efisiensi belanja operasional.

Kemudian, metode analisis perbandingan industri bisa dilakukan dengan membandingkan nilai BOPO suatu bank pada tahun tertentu dengan BOPO rata-rata industri perbankan tahun tertentu. Namun, untuk lebih akurat, ada baiknya Anda membandingkan sesuai dengan kategori BUKU. Jika BNI berada di BUKU IV, bandingkan dengan bank lainnya yang sama-sama berada di BUKU IV.

Sekadar informasi, bank umum kelompok usaha (BUKU) dikategorikan berdasarkan modal inti. Bank BUKU 1 memiliki modal inti maksimal 1 triliun; BUKU 2 memiliki modal inti 1 – 5 triliun; BUKU 3 memiliki modal inti 5 – 30 triliun; dan BUKU IV memiliki modal inti lebih dari 30 triliun. Berikut beberapa contoh Bank BUKU IV (per September 2020).

  • PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) = modal inti Rp170,43 triliun.

  • PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) = modal inti Rp160,95 triliun.

  • PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) = modal inti Rp153,49 triliun.

  • PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) = modal inti Rp96,06 triliun.

  • PT Bank Danamon Tbk (BDMN) = modal inti Rp38,4 triliun.

  • PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) = modal inti Rp37,04 triliun.

  • PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) = modal inti Rp35,75 triliun.

Semakin kecil rasio BOPO dibandingkan rata-rata industri, semakin efisien suatu perusahaan dalam mengontrol belanja (biaya) operasional.

Simpulan

Itulah informasi tentang apa itu rasio BOPO (Beban Operasional ÷ Pendapatan Operasional) yang telah dijelaskan secara lengkap. Pada dasarnya, rasio BOPO adalah ukuran untuk melihat seberapa efisien bank dalam mengelola belanja operasional untuk menghasilkan pendapatan. Semakin tinggi rasio BOPO, semakin tidak efisien bank dalam mengendalikan beban operasional. Sebaliknya, semakin rendah rasio BOPO, semakin efisien bank dalam mengendalikan beban operasional.

Sebagai investor, Anda sudah semestinya memahami dengan baik rumus BOPO beserta cara interpretasi dan analisisnya. Terlebih lagi jika Anda berinvestasi saham pada perusahaan perbankan, termasuk bank syariah dan bank konvensional.

Scroll to Top