Satu pertanyaan penting, apa dampak inflasi dan deflasi terhadap Bitcoin? Kita memahami bahwa pasar cryptocurrency tumbuh pesat. Bitcoin adalah pencetus awal dari cryptocurrency dan disebut juga sebagai “induk dari kripto” itu sendiri. Setelah kemunculannya, lahir sejumlah alternatif mata uang kripto – dikenal sebagai altcoin.
Hingga saat ini, ada banyak sekali altcoin yang meniru dan ingin mencapai kesuksesan seperti Bitcoin, bahkan tidak sedikit juga yang mencoba melebihi kinerja Bitcoin dengan menciptakan solusi atas kekurangan (dari segi teknis) yang dimiliki Bitcoin.
Salah satu value Bitcoin adalah jumlah pasokan koin BTC yang terbatas, yakni hanya 21 juta BTC. Artinya, saat persediaan telah mencapai batas maksimal, tidak akan ada pencetakan BTC baru. Sejumlah altcoin terkenal, seperti Ethereum, Cardano, dan sebagian besar lainnya juga memiliki persediaan terbatas. Namun, ada pula aset kripto yang tidak memiliki pasokan terbatas. Artinya, akan terjadi pencetakan coin baru.
Saat ini, cryptocurrency – Bitcoin dan altcoin – lebih cenderung dianggap sebagai komoditas daripada mata uang, meskipun di El Savador, khususnya Bitcoin, digunakan sebagai mata uang dan alat pembayaran resmi. Ada beberapa spekulasi bahwa adopsi Bitcoin sebagai mata uang, dan mungkin juga altcoin lainnya, akan diikuti oleh sejumlah negara lainnya.
Dalam konteks pengaruh inflasi dan deflasi terhadap Bitcoin, mari kita asumsikan bahwa Bitcoin adalah komoditas, bukan mata uang. Lalu, seperti apa dampaknya jika inflasi dan deflasi terjadi?
Inflasi vs Bitcoin
Bagaimana pengaruh inflasi terhadap Bitcoin? Kita sudah mengetahui bahwa jumlah persediaan koin BTC adalah tetap, yakni 21 juta BTC. Dalam hal ini, harga Bitcoin akan bergerak naik turun tergantung tingkat permintaan dan jumlah uang beredar di perekonomian suatu negara.
Pada dasarnya, permintaan BTC akan berfluktuasi tergantung sejumlah faktor berbeda. Bitcoin masih dalam tahap awal dari adopsi teknologi terbaru. Data baru-baru ini mencatat, investor kripto di Indonesia menembus 6,5 juta orang per Mei 2021. Angka ini justru melampaui jumlah investor pasar modal Indonesia.
Dari 6,5 juta orang, mari kita asumsikan bahwa sebagian besar dan/atau sebagian kecil orang telah membeli BTC. Meskipun kita anggap ini belum menjadi adopsi massal, akan tetapi dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap Bitcoin cenderung meningkat. Apa dampaknya? Permintaan tinggi terhadap BTC, sementara jumlah pasokan terbatas, maka akan mendorong harga Bitcoin untuk naik.
Coba kita abaikan sementara tentang kenaikan permintaan, mari asumsikan bahwa jumlah permintaan BTC konstan dari waktu ke waktu, bagaimana dampak pada harga Bitcoin saat terjadi inflasi?
Inflasi adalah suatu kondisi jumlah uang beredar yang tinggi sehingga berdampak pada pemerosotan nilai mata uang; atau harga barang-barang meningkat signifikan. Dalam kondisi ini, saat inflasi terjadi maka harga Bitcoin akan naik, asumsi bahwa permintaan konstan.
Mari berkaca pada kasus Amerika Serikat (AS). Bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) memiliki jumlah aset $1 triliun sebelum tahun 2007. Ukuran aset The Fed adalah jumlah uang yang diizinkan untuk dicetak. Sementara itu, jumlah aset The Fed pada tahun 2021 meningkat signifikan lebih dari $8 triliun.
Selama periode itu, saat kemunculan Bitcoin pada tahun 2009 dan diperdagangkan pada tahun 2010, harga Bitcoin telah meningkat sangat signifikan. Tercatat, harga awal Bitcoin adalah rentang $0,0008 – $0,08 per koin yang diperdagangkan pada Juli 2010. Pada 1 Agustus 2017, harga Bitcoin diperdagangkan rentang $3.400 – $4.700 per keping. Sementara itu, harga Bitcoin hari ini (21/10/21) bergerak di level $65.000 per koin (keping).
Ini menunjukkan bahwa saat jumlah uang beredar meningkat dari waktu ke waktu, dengan asumsi permintaan konstan atau naik relatif sangat kecil, harga Bitcoin akan meningkat. Apalagi, saat permintaan Bitcoin yang terus naik signifikan, seperti yang terjadi dalam 2 tahun terakhir, harga Bitcoin bisa jauh terbang ke bulan (to the moon).
Dengan kata lain, hubungan antara inflasi dan harga Bitcoin adalah positif, yakni saat inflasi meningkat – jumlah uang beredar tinggi – maka harga Bitcoin juga akan meningkat.
Deflasi vs Bitcoin
Bagaimana pengaruh deflasi terhadap harga Bitcoin? Deflasi adalah suatu kondisi saat nilai mata uang meningkat akibat dari jumlah uang yang beredar menurun. Hal ini akan menimbulkan gejala seperti penurunan produksi, pengangguran meningkat, upah menurun, dan daya beli menurun. Kondisi ini terjadi saat Covid-19 memanggang perekonomian dunia. Saat deflasi terjadi, harga Bitcoin cenderung menurun. Hubungan deflasi dan harga Bitcoin adalah negatif; saat deflasi tinggi, harga Bitcoin akan turun.
Pandangan Akhir
Apa yang perlu diperhatikan dari kondisi dan pengaruh inflasi dan deflasi terhadap Bitcoin? Poin pentingnya adalah bahwa harga Bitcoin secara umum akan mengikuti penciptaan uang. Secara substansial, saat jumlah pasokan uang beredar meningkat, harga Bitcoin terapresiasi. Sebaliknya, saat jumlah pasokan uang beredar menurun, harga Bitcoin kontraksi. Meskipun begitu, tren ini mungkin saja tidak berhubungan secara langsung, namun bagaimanapun juga, ini harus dilihat secara komprehensif, karena total permintaan terhadap Bitcoin juga berpengaruh terhadap harga.