cara kerja Statutory Liquidity Ratio

Pengertian Statutory Liquidity Ratio (SLR): Fungsi, Komponen, dll

Dalam dunia perbankan dan kebijakan moneter, salah satu indikator penting yang digunakan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan adalah Statutory Liquidity Ratio (SLR). Istilah ini mungkin lebih sering kita dengar dalam konteks sistem perbankan di India, namun secara konsep, SLR sangat relevan juga dalam kerangka pengaturan likuiditas perbankan di berbagai negara, termasuk Indonesia, meski dengan nama dan mekanisme yang berbeda.

SLR berperan penting dalam memastikan bahwa bank tetap memiliki cadangan likuiditas yang memadai, sehingga mampu memenuhi kewajiban jangka pendek, sekaligus menghindari over-lending yang berisiko terhadap stabilitas ekonomi.

Apa Itu Statutory Liquidity Ratio (SLR)?

Statutory Liquidity Ratio (SLR) adalah persentase minimum dari total kewajiban bersih bank (Net Demand and Time Liabilities/NDTL) yang harus disimpan oleh bank dalam bentuk aset likuid tertentu, seperti emas, uang tunai, atau surat berharga pemerintah, sebagaimana ditetapkan oleh otoritas moneter (biasanya bank sentral).

SLR bertujuan untuk menjaga likuiditas bank, memastikan stabilitas sistem keuangan, serta menjadi salah satu instrumen kebijakan moneter untuk mengontrol jumlah uang beredar.

Rumus Sederhana = (Aset Likuid Wajib / NDTL) × 100%

Tujuan dan Fungsi Statutory Liquidity Ratio

1. Menjaga Likuiditas Bank

Dengan mewajibkan bank menyimpan sebagian dana dalam bentuk aset yang sangat likuid, maka bank memiliki cadangan yang dapat digunakan jika terjadi kebutuhan mendesak atau penarikan dana besar oleh nasabah.

2. Mencegah Risiko Gagal Bayar

SLR meminimalkan kemungkinan bank kekurangan dana saat harus membayar kewajiban jangka pendek kepada deposan.

3. Mengendalikan Kredit Berlebih

SLR membatasi jumlah dana yang bisa digunakan untuk pinjaman atau investasi berisiko tinggi, sehingga mengurangi potensi gelembung kredit.

4. Instrumen Kebijakan Moneter

Bank sentral dapat menaikkan atau menurunkan SLR untuk menyesuaikan likuiditas di pasar:

  • SLR naik → likuiditas bank menurun → kredit dipersempit
  • SLR turun → likuiditas naik → pinjaman bisa diperluas

Komponen Aset Likuid dalam SLR

Jenis aset yang dapat digunakan untuk memenuhi SLR ditentukan oleh otoritas moneter. Beberapa aset yang umumnya dianggap memenuhi kriteria SLR adalah:

  1. Surat Berharga Pemerintah: Obligasi negara, surat utang jangka pendek (T-bills), dan Surat Berharga Negara (SBN)
  2. Emas: Dapat digunakan sebagai cadangan, sesuai kebijakan bank sentral
  3. Uang Tunai dalam Brankas: Dana likuid yang tersedia langsung di bank
  4. Surat Utang Tertentu yang Diakui: Bisa mencakup surat berharga dari entitas publik dengan peringkat tinggi

Setiap negara memiliki kebijakan tersendiri mengenai aset apa saja yang memenuhi kriteria SLR.

Perbedaan SLR dan CRR (Cash Reserve Ratio)

SLR sering disandingkan dengan CRR karena keduanya merupakan instrumen yang mengatur likuiditas bank. Namun, keduanya berbeda secara mendasar:

Aspek SLR (Statutory Liquidity Ratio) CRR (Cash Reserve Ratio)
Bentuk Cadangan Aset likuid: surat berharga, emas, tunai Uang tunai yang disimpan di bank sentral
Tujuan Utama Menjaga likuiditas dan membatasi kredit Menyerap likuiditas secara langsung
Penempatan Dana Disimpan di bank itu sendiri Disimpan di bank sentral
Penghasilan Bisa menghasilkan bunga (surat berharga) Tidak menghasilkan bunga

Intinya:

  • CRR → cadangan wajib yang tidak bisa digunakan sama sekali
  • SLR → cadangan wajib dalam bentuk aset likuid yang masih bisa menghasilkan pendapatan pasif

Contoh Perhitungan SLR

Misalnya:

  • Total NDTL (Net Demand and Time Liabilities): Rp1 triliun
  • Ketentuan SLR oleh bank sentral: 18%

Maka:

  • Aset likuid minimum yang wajib dimiliki bank: 18% × Rp1 triliun = Rp180 miliar

Bank harus menyimpan setidaknya Rp180 miliar dalam bentuk aset likuid yang diakui untuk memenuhi kewajiban SLR.

SLR di Beberapa Negara

1. India

SLR adalah salah satu kebijakan moneter utama yang diatur oleh Reserve Bank of India (RBI). RBI secara aktif mengubah SLR sebagai respons terhadap kondisi ekonomi.

Contoh historis:

  • 2010: SLR India sempat berada di 25%
  • 2023: SLR India berada di kisaran 18%–19%

2. Indonesia

Meskipun Indonesia tidak menggunakan istilah “SLR”, namun konsep yang mirip diterapkan melalui kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) Sekunder, yaitu cadangan dalam bentuk surat berharga negara (SBN).

  • GWM Primer: Dana tunai (mirip CRR)
  • GWM Sekunder: Surat berharga → setara SLR

Dampak Perubahan SLR terhadap Ekonomi

A. Jika SLR DINAIKKAN

  • Bank harus menyimpan lebih banyak dana → likuiditas turun
  • Kredit ke masyarakat dan dunia usaha menurun
  • Inflasi ditekan
  • Pertumbuhan ekonomi bisa melambat

B. Jika SLR DITURUNKAN

  • Bank memiliki lebih banyak dana untuk disalurkan
  • Penyaluran kredit meningkat
  • Daya beli masyarakat naik
  • Bisa memicu inflasi jika tidak diimbangi produksi

Peran Strategis SLR dalam Stabilitas Ekonomi

  1. Meningkatkan Ketahanan Bank: SLR memastikan bank memiliki bantalan likuiditas, terutama saat terjadi guncangan pasar.
  2. Mengurangi Risiko Sistemik: Jika semua bank memegang aset aman dan likuid, maka risiko penularan krisis akan berkurang.
  3. Mendorong Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Uang: SLR membantu bank sentral dalam menjaga agar uang beredar tidak berlebihan dan tetap stabil.

Tantangan dalam Implementasi SLR

  • Pengelolaan portofolio bank menjadi kurang fleksibel
  • Ketergantungan bank terhadap surat berharga pemerintah
  • Potensi konflik antara target profitabilitas dan kepatuhan regulasi
  • Efektivitas menurun jika suku bunga rendah → surat berharga kurang menarik

Oleh karena itu, SLR biasanya digunakan bersamaan dengan kebijakan lain seperti open market operation (OMO), suku bunga acuan, dan reserve requirement lainnya.

Kesimpulan

Statutory Liquidity Ratio (SLR) adalah instrumen penting dalam sistem keuangan modern yang berfungsi sebagai alat pengendali likuiditas, pelindung stabilitas perbankan, dan pengatur jumlah uang beredar di pasar. Dengan mewajibkan bank menyimpan sebagian dari kewajibannya dalam bentuk aset likuid, otoritas moneter dapat menjaga keseimbangan antara likuiditas dan risiko kredit yang berlebihan.

Meskipun tidak digunakan secara eksplisit di Indonesia dengan istilah SLR, konsep ini tetap diterapkan melalui GWM Sekunder oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, memahami prinsip dasar dan implikasi SLR sangat penting bagi siapa pun yang berkecimpung dalam dunia keuangan, investasi, dan kebijakan ekonomi.

Leave a Comment

Scroll to Top